Jangan Sampai Tinggalkan Shalat Lima Waktu!
Tak kenal maka tak sayang. Peribahasa
ini nampaknya menjadi sebab utama, kenapa banyak dari kaum muslimin
tidak mengerjakan shalat. Tak usah jauh-jauh untuk melaksanakan sholat
sunnah, sholat 5 waktu yang wajib saja mereka tidak kerjakan padahal
cukup 10 menit waktu yang diperlukan untuk melaksanakan shalat dengan
khusyuk. Bukan sesuatu yang mengherankan, banyak kaum muslimin bekerja
banting tulang sejak matahari terbit hingga terbenam. Pertanyaannya,
kenapa mereka melakukan hal itu? Karena mereka mengetahui bahwa hidup
perlu makan, makan perlu uang, dan uang hanya didapat jika bekerja.
Karena mereka mengetahui keutamaan bekerja keras, maka mereka pun
melakukannya. Oleh karena itu, dalam tulisan yang singkat ini, kami akan
mengemukakan pembahasan keutamaan shalat lima waktu dan hukum
meninggalkannya. Semoga dengan sedikit goresan tinta ini dapat
memotivasi kaum muslimin sekalian untuk selalu memperhatikan rukun Islam
yang teramat mulia ini.
Kedudukan Shalat dalam Islam
Shalat memiliki kedudukan yang agung
dalam islam. Kita dapat melihat keutamaan shalat tersebut dalam beberapa
point berikut ini[1].
1) Shalat adalah kewajiban paling utama setelah dua kalimat syahadat dan merupakan salah satu rukun islam
Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda, “Islam itu dibangun di atas lima perkara, yaitu: bersaksi bahwatiada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitulloh, dan berpuasa pada bulan Ramadhan.”[2]
2) Shalat merupakan pembeda antara muslim dan kafir
Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda, “Sesungguhnya batasan antara seseorang dengan kekafiran dan kesyirikan adalah shalat. Barangsiapa meninggalkan shalat, maka ia kafir” [3]. Salah seorang tabi’in bernama Abdullah bin Syaqiq rahimahullah berkata, “Dulu para shahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat.”[4]
3) Shalat adalah tiang agama dan agama seseorang tidak tegak kecuali dengan menegakkan shalat
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Jabal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.”[5]
4) Amalan yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah
shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan
dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi.
Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala
mengatakan,’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat
sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya
yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.” Dalam riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu. Kemudian amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula.”[6]
5) Shalat merupakan Penjaga Darah dan Harta Seseorang
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda, ”Aku
diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mau mengucapkan laa
ilaaha illalloh (Tiada sesembahan yang haq kecuali Allah), menegakkan shalat,
dan membayar zakat. Apabila mereka telah melakukan semua itu, berarti
mereka telah memelihara harta dan jiwanya dariku kecuali ada alasan yang
hak menurut Islam (bagiku untuk memerangi mereka) dan kelak
perhitungannya terserah kepada Allah Ta’ala.”[7]
Keutamaan Mengerjakan Shalat 5 waktu
Shalat memiliki keutamaan-keutamaan
berupa pahala, ampunan dan berbagai keuntungan yang Allah sediakan bagi
orang yang menegakkan sholat dan rukun-rukunnnya dan lebih utama lagi
apabila sunnah-sunnah sholat 5 waktu dikerjakan, diantara
keutamaan-keutamaan tersebut adalah:
1) Mendapatkan cinta dan ridho Allah
Orang yang mengerjakan shalat berarti menjalankan perintah Allah, maka ia pantas mendapatkan cinta dan keridhoan Allah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah
(wahai muhammad): “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah
Aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran: 31)
2) Selamat dari api neraka dan masuk kedalam surga
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al Ahzab: 71). Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi Rahimahullahu ta’alaberkata,
“Yang dimaksud dengan kemenangan dalam ayat ini adalah selamat dari api
neraka dan masuk kedalam surga”[8]. Dan melaksanakan sholat termasuk
mentaati Allah dan Rasul-Nya.
3) Pewaris surga Firdaus dan kekal di dalamnya
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman … dan orang-orang yang memelihara sholatnya mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Mu’minun: 1-11)
4) Pelaku shalat disifati sebagai seorang muslim yang beriman dan bertaqwa
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kitab
(Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib yang mendirikan
shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada
mereka.” (QS. Al Baqarah: 2-3)
5) Akan mendapat ampunan dan pahala yang besar dari Allah
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya
laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang
mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki
dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki
dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah,
laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang
memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut
(nama) Allah, ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Ahzab: 35)
6) Shalat tempat meminta pertolongan kepada Allah sekaligus ciri orang yang khusyuk
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’.” (QS. Al Baqarah: 45)
7) Shalat mencegah hamba dari Perbuatan Keji dan Mungkar
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Bacalah
apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar. Dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat)
adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Ankabut: 45)
Hukum Meninggalkan Shalat
Di awal telah dijelaskan bahwa shalat
merupakan tiang agama dan merupakan pembeda antara muslim dan kafir.
Lalu bagaimanakah hukum meninggalkan shalat itu sendiri, apakah membuat
seseorang itu kafir?
Perlu diketahui, para ulama telah
sepakat (baca: ijma’) bahwa dosa meninggalkan shalat lima waktu lebih
besar dari dosa-dosa besar lainnya. Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah-
mengatakan, ”Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima
waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya
lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina,
mencuri, dan minum minuman keras. Orang yang meninggalkannya akan
mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia
dan akhirat.”[9]
Adapun berbagai kasus orang yang meninggalkan shalat, kami dapat rinci sebagai berikut:
Kasus pertama: Meninggalkan shalat dengan mengingkari kewajibannya sebagaimana mungkin perkataan sebagian orang, ‘Sholat oleh, ora sholat oleh.’
[Kalau mau shalat boleh-boleh saja, tidak shalat juga tidak apa-apa].
Jika hal ini dilakukan dalam rangka mengingkari hukum wajibnya shalat,
orang semacam ini dihukumi kafir tanpa ada perselisihan di antara para
ulama.
Kasus kedua: Meninggalkan shalat dengan
menganggap gampang dan tidak pernah melaksanakannya. Bahkan ketika
diajak untuk melaksanakannya, malah enggan. Maka orang semacam ini
berlaku hadits-hadits Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menunjukkan kafirnya orang yang meninggalkan shalat. Inilah pendapat
Imam Ahmad, Ishaq, mayoritas ulama salaf dari shahabat dan tabi’in.
Contoh hadits mengenai masalah ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.”[10]
Kasus ketiga: Tidak rutin dalam
melaksanakan shalat yaitu kadang shalat dan kadang tidak. Maka dia masih
dihukumi muslim secara zhohir (yang nampak pada dirinya) dan tidak
kafir. Inilah pendapat Ishaq bin Rohuwyah yaitu hendaklah bersikap lemah
lembut terhadap orang semacam ini hingga dia kembali ke jalan yang
benar. Wal ‘ibroh bilkhotimah (Hukuman baginya dilihat dari keadaan akhir hidupnya).[11]
Kasus keempat: Meninggalkan shalat dan
tidak mengetahui bahwa meninggalkan shalat membuat orang kafir. Maka
hukum bagi orang semacam ini adalah sebagaimana orang jahil (bodoh).
Orang ini tidaklah dikafirkan disebabkan adanya kejahilan pada dirinya
yang dinilai sebagai faktor penghalang untuk mendapatkan hukuman.
Kasus kelima: Mengerjakan shalat hingga
keluar waktunya. Dia selalu rutin dalam melaksanakannya, namun sering
mengerjakan di luar waktunya. Maka orang semacam ini tidaklah kafir,
namun dia berdosa dan perbuatan ini sangat tercela sebagaimana Allah
berfirman (yang artinya), “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Maa’un [107] : 4-5)[12]
Nasehat Berharga: Jangan Tinggalkan Shalatmu!
Amirul Mukminin, Umar bin Al Khoththob –radhiyallahu ‘anhu-
mengatakan, “Sesungguhnya di antara perkara terpenting bagi kalian
adalah shalat. Barangsiapa menjaga shalat, berarti dia telah menjaga
agama. Barangsiapa yang menyia-nyiakannya, maka untuk amalan lainnya
akan lebih disia-siakan lagi. Tidak ada bagian dalam Islam, bagi orang
yang meninggalkan shalat.“
Imam Ahmad –rahimahullah- juga
mengatakan perkataan yang serupa, “Setiap orang yang meremehkan perkara
shalat, berarti telah meremehkan agama. Seseorang memiliki bagian dalam
Islam sebanding dengan penjagaannya terhadap shalat lima waktu.
Seseorang yang dikatakan semangat dalam Islam adalah orang yang
betul-betul memperhatikan shalat lima waktu. Kenalilah dirimu, wahai
hamba Allah. Waspadalah! Janganlah engkau menemui Allah, sedangkan
engkau tidak memiliki bagian dalam Islam. Kadar Islam dalam hatimu,
sesuai dengan kadar shalat dalam hatimu.“[13]
Ibnul Qoyyim mengatakan, “Iman adalah dengan membenarkan (tashdiq). Namun bukan hanya sekedar membenarkan (meyakini) saja, tanpa melaksanakannya (inqiyad). Kalau iman hanyalah membenarkan (tashdiq)
saja, tentu iblis, Fir’aun dan kaumnya, kaum sholeh, dan orang Yahudi
yang membenarkan bahwa Muhammad adalah utusan Allah (mereka meyakini
hal ini sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka), tentu mereka
semua akan disebut orang yang beriman (mu’min-mushoddiq).“[14]
Semoga tulisan sederhana ini dapat
memotivasi kita sekalian dan dapat mendorong saudara kita lainnya untuk
lebih perhatian terhadap shalat lima waktu. Hanya Allah yang memberi taufik. [15]
Penulis: Rahmat Ariza Putra
Artikel Buletin At Tauhid, dipublish ulang oleh www.sunnahposter.com
_____________
[1] Point-point ini disarikan dari kitab Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, Al Maktabah At Taufiqiyah
[2] HR Muslim no. 16
[3] HR Muslim no. 978
[4] Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52. [ed]
[5] HR. Tirmidzi no. 2825. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi [ed]
[6] HR. Abu Daud. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Masyobih no. 1330 [ed]
[7] HR. Bukhari dan Muslim
[8] Aisirut Tafasir, Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi Hafidzhahullahu, Asy Syamilah
[9] Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abu Bakr bin Qayyim Al Jauziyah, hal. 7, Darul Imam Ahmad, Kairo-Mesir.[ed]
[10] HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Misykatul Mashobih no. 574 [ed]
[11] Lihat pula penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 7/617, Darul Wafa’.[ed]
[12] Lihat penjabaran kasus ini dalam Al Manhajus Salafi ‘inda Syaikh Nashiruddin Al Albani, Syaikh Abdul Mun’im Salim, hal. 189-190. [ed]
[13] Lihat Ash Sholah, hal. 12. [ed]
[14] Lihat Ash Sholah, 35-36. [ed]
[15] Tulisan ini telah mengalami pengeditan dan penambahan seperlunya
[2] HR Muslim no. 16
[3] HR Muslim no. 978
[4] Perkataan ini diriwayatkan oleh At Tirmidzi dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy seorang tabi’in dan Hakim mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. Lihat Ats Tsamar Al Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52. [ed]
[5] HR. Tirmidzi no. 2825. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi [ed]
[6] HR. Abu Daud. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Misykatul Masyobih no. 1330 [ed]
[7] HR. Bukhari dan Muslim
[8] Aisirut Tafasir, Syaikh Abu Bakr Jabir Al Jazairi Hafidzhahullahu, Asy Syamilah
[9] Ash Sholah wa Hukmu Tarikiha, Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abu Bakr bin Qayyim Al Jauziyah, hal. 7, Darul Imam Ahmad, Kairo-Mesir.[ed]
[10] HR. Ahmad, Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani. Lihat Misykatul Mashobih no. 574 [ed]
[11] Lihat pula penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 7/617, Darul Wafa’.[ed]
[12] Lihat penjabaran kasus ini dalam Al Manhajus Salafi ‘inda Syaikh Nashiruddin Al Albani, Syaikh Abdul Mun’im Salim, hal. 189-190. [ed]
[13] Lihat Ash Sholah, hal. 12. [ed]
[14] Lihat Ash Sholah, 35-36. [ed]
[15] Tulisan ini telah mengalami pengeditan dan penambahan seperlunya