Orang Mulia Itu Keturunan Budak
Mashadi – Selasa, 28 Rajab 1435 H /
27 Mei 2014 10:44 WIB
Hasan al-Basri menjadi imam, kota
Basrah merupakan benteng Islam yang terbesar dalam bidang ilmu pengetahuan.
Masjidnya yang agung dipenuhi oleh para Shahabat dan Tabi’in yang hijrah ke
kota itu. Halaqah-halaqah keilmuan dengan beraneka ragam yang memakmurkan
masjid-masjid. Hasan al-Basri menekuni halaqah Abdullah bin Abbas. Dia
mengambil pelajaran tafsir, hadits, qira’ah, fiqh, adab dan bahasa.
Ketika Hasan al-Basri sudah menjadi
ulama, banyak umat yang menggali ilmunya, mendatangi majelisnya serta
mendengarkan ceramahnya, yang mampu melunakkan jiwa-jiwa yang keras, dan sampai
mencucurkan air mata bagi orang-orang yang berbuat dosa. Banyak orang yang
terpikat dengan hikmahnya yang mempesona.
Ketika Hajja bin Yusuf At-Tsaqafi
berkuasa di Irak, dan bertindak sewenang-wenang dan kejam, Hasan al-Basri
adalah termasuk dalam bilangan sedikit orang berani menentang dan mengecam
keras akan kezhaliman pengausa itu secara terang-terangan. Saat itu, justru
sebagain besar para ulama takut dengan Hajjaj, yang sangat kejam dan berindak
dengan keras, terhadap siapa saja yang berani mengkritiknya.
Suatu ketika, Hajjaj membangun
istana yang megah untuk dirinya di kota Wasit. Ketika pembangunan selesai
diundangnya orang-orang untuk melihat dan mendo’akannya.
Hasan al-Basri tak mau
menyia-nyiakannya kesempatan yang ada, di mana pasti saat itu pasti banyak
orang yang datang dan berkumpul di istana Hajjaj. Maka, Hasan al-Basri tampil
dan memberikan ceramah, mengingatkan mereka agar bersikap zuhud di dunia dan
menganjurkan manusia untuk mengejar kemuliaan di sisi Allah. Bukanlah
kenikmatan dunia yang tidak seberapa dibandingkan dengan kenikmatan yang akan
diberikan oleh Allah di akhirat nanti.
Saat tiba di istana, Hasan al-Basri,
melihat begitu banyak orang mengelilngi istana yang megah dan indah dengan
halamannya yang sangat lua. Beliau berdiri dan berkhutbah. Diantara isi
khutbahnya itu, Hasan al-Basri menyatakan : “Kita mengetahui apa yang
dibangun oleh oleh manusia yang paling kejam dan kita dapati Fir’aun yang
membangun istana yagn lebih besar dan lebih megah daripada bangunan ini. Namun,
Allah membinasakan Fir’aun beserta apa yang dibangunnya. Andai saja Hajjaj
sadar bahwa penghuni langit telah membecinya dan penduduk bumi telah
memperdayakannya …”
Hasan al-Basri tidak berhenti
mengkritik Hajjaj, dan terus melanjutkannya: “Wahai saudaraku, Allah Ta’ala
telah megnambil sumpah dari ulama agar menyampaikan kebenaran kepada manusia,
dan tidak boleh menyembunyikannya”, tambahnya.
Keesokannya harinya, Hajjaj dengan
penuh amarah, menghadiri pertemuan bersama para pejabatnya, dan berkata keras :
“Celakalah kalian! Seorang dari budak-budak Basrah itu memaki-maki kita
dengan seenaknya dan tak seorangpun dari kalian berani mencegah dan
menjawabnya. Demi Allah, akan kuminumkan darahnya kepada kalian wahai para
pengecut”, ungkapnya.
Lalu, Hajjaj memerintah para
pengawalnya untuk menyiapkan pedang beserta algojonya dan menyuruh polisi untuk
menangkap Hasan al-Basri. Saat Hasan al-Basri sudah dibawa, semua mata
memandang kepadanya, dan mulai hati berdebar. Menunggu nasib yang akan dialami
oleh Hasan al-Basri. Begitu Hasan al-Basri melihat algojo yang sudah menghunus
pedangnya dekat tempat hukuman mati, beliau menggerakkan bibirnya membaca
seseuatu. Kemudian beliau berjalan mendekati Hajjaj dengan ketabahan seorang
mukmin, kewibawaan sesorang muslim dan kehormatan seorang da’I di jalan Allah.
Demi melihatketegaran yang demikian
hebat, mental Hajjaj runtuh. Padahal, sudah masyhur di seluruh Irak tentang
kekejaman Hajjaj. Terpengaruh wibawa dan sikap Hasan al-Basri, dan Hajjaj
berkata begitu ramah dengan ulama itu, “Silakan duduk di sini wahai Abu
Sa’id, silakan ..”, ucap Hajjaj.
Seluruh yang hadir menjadi
terbelalak matanya. Melihat perilaku Amirnya (Hajjaj) mempersilahkan Hasan
al-Basri duduk di kursinya dengan penuh wibawa. Hajjaj menoleh kearah al-Basri
dan menanyakan berbagai masalah agama, dan dijawab oleh Hasan al-Basri dengan
jawaban-jawaban yang menarik.
Saat merasa pertemuan itu sudah
cukup, dan Hajjaj sudah merasa cukup pertanyaan-pertanyaan agama sudah dijawab
oleh Hasan al-Basri, lalu Hajjaj mengantarkan Hasan al-Basri sampai ke depan
pintu istana, seraya berkata : “Wahai Abu Sa’id, Anda benar-benar tokoh ulama
yang hebat”, kata Hajjaj. Kemudian, Hajjaj menyemprotkan minyak ke jenggot
al-Basri sambil memeluknya.
Pengawal yang mengantarkan Hasan
al-Basri sampai ke pintu gerbang itu, bertanya mengapa Hajjaj tidak sampai
membunuhya, padahal dia sudah mempersiapkan algojo? “Ketika apa yang anda
baca,wahai Sheikh?”, tanya sang pengawal itu. Beliau menjawab, “Ketika itu aku
berdo’a, “Wahai Yang Maha Melindungi dan tempatku dalam kesulitan, jadikanlah
amarahnya menjadi dingin dan menjadi keselamatan bagiku sebagaimana Engkau
jadikan api menjadi dingin dan kesalamatan bagi Ibrahim”, pintanya.
Begitulah Hasan al-Basri yang berani
menesahati penguasa yang sombong, kejam, dan sangat sewenang-wenang, saat
penguasa itu hidup bergelimangan dengan kemewahan, dan ada tanpa takut
sedikitpun atas keselamatan jiwanya. Padahal, Hasan al-Basri, tak lain anak
seorang budak Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, yang bernama Khairah, yang
dinikahi oleh Yasaar budak dari Zaid bin Tsabit.
Sekalipun budak, di dalam Islam,
tetap melahirkan keturunan yang mulia, ulama yang amat disegani dikalangan
ulama di Basrah, bahkan, yang paling masyhur, kisah Umar bin Abdul Aziz, yang
tak lain, juga keturunan seorang budak. Inilah keistimewaan dalam Islam.
Orang-orang yang mulia dapat lahir
dari para budak, yang menjadi pembela Islam, dan menegakkan Islam, tidak
kemudian nasib mereka menjadi orang-orang yang disisihkan dalam kehidupan
nyata.
Wallahu’alam.