Friday, April 29, 2016
Dan Para Ulama pun telah pergi
Dan para Ulama pun Telah Pergi
KODE BAN MOBIL
KODE BAN MOBIL
☞ Contoh : 205/65/R1594H
↳ 205 ⇨ Lebar BAN
↳ 65 ⇨ Tinsggi BAN
↳ R ⇨ Type Radial
↳ 15 ⇨ Ukuran/Ring
↳ 94 ⇨ Max Beban
↳ H ⇨ Max 210km/h
↳ S ⇨ Max 180km/h
↳ T ⇨ Max 190 km/h
↳ U ⇨ Max 200km/h
↳ V ⇨ Max 240km/h
↳ Z ⇨ >240km/h
↳ W ⇨ 270km/h
↳ Y ⇨ 300km/h
Setiap BAN ada 4 angka tercatat disisi BAN
↣ Contoh : 2214
Menunjukkan keluaran BAN baru dari pabrik pada minggu ke 22 tahun 2014
Setiap BAN, mempunyai tempo / masa penggunaan ideal 5 tahun dari tanggal dikeluarkan dari PABRIK.
Jika...
Membeli B̲A̲N̲ ̲B̲A̲R̲U̲ pastikan tahun terkini....
Jika...
Membeli BAN dengan kode tahun yang sudah lewat, maka kita berhak untuk minta Disc dari harga List sesuai dengan ketentuan.
Contoh :
2013 Potongan Disc 20%
2012 Potongan Disc 40%
2011 Potongan Disc 60%
2010 Potongan Disc 80%
Usia BAN (BARU) bila sudah lebih dari 5 tahun, maka kondisi karet ban sudah keras karena sudah masuk kategori expired.
Dan sangat disarankan jangan dipakai, bisa membahayakan jiwa anda.
Semoga Bermanfaat.
😊😊
Wednesday, April 27, 2016
Titik Temu Wahabi - NU
بسم الله الرحمن الرحيم
Titik Temu Wahabi - NU | Republika Online Mobile
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ali Mustafa Yaqub/Imam Besar Masjid Istiqlal
Banyak orang terkejut ketika seorang ulama Wahabi mengusulkan agar kitab-kitab Imam Muhammad Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, diajarkan di pesantren-pesantren dan madrasah-madrasah Islam di Indonesia.
Hal itu karena selama ini dikesankan bahwa paham Wahabi yang dianut oleh pemerintah dan mayoritas warga Arab Saudi itu berseberangan dengan ajaran Nahdlatul Ulama yang merupakan mayoritas umat Islam Indonesia.
Tampaknya selama ini ada kesalahan informasi tentang Wahabi dan NU. Banyak orang Wahabi yang mendengar informasi tentang NU dari sumber-sumber lain yang bukan karya tulis ulama NU, khususnya Imam Muhammad Hasyim Asy’ari. Sebaliknya, banyak orang NU yang memperoleh informasi tentang Wahabi tidak dari sumber-sumber asli karya tulis ulama-ulama yang menjadi rujukan paham Wahabi.
Akibatnya, sejumlah orang Wahabi hanya melihat sisi negatif NU dan banyak orang NU yang melihat sisi negatif Wahabi. Penilaian seperti ini tentulah tidak objektif, apalagi ada faktor eksternal, seperti yang tertulis dalam Protokol Zionisme No 7 bahwa kaum Zionis akan berupaya untuk menciptakan konflik dan kekacauan di seluruh dunia dengan mengobarkan permusuhan dan pertentangan.
Untuk menilai paham Wahabi, kita haruslah membaca kitab-kitab yang menjadi rujukan paham Wahabi, seperti kitab-kitab karya Imam Ibnu Taymiyyah, Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, dan termasuk kitab-kitab karya Syekh Muhammad bin Abdul Wahab yang kepadanya paham Wahabi itu dinisbatkan.
Sementara untuk mengetahui paham keagamaan Nahdlatul Ulama, kita harus membaca, khususnya kitab-kitab karya Imam Muhammad Hasyim Asy'ari yang mendirikan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.
Kami telah mencoba menelaah kitab-kitab karya Imam Muhammad Hasyim Asy’ari dan membandingkannya dengan kitab-kitab karya Imam Ibnu Taymiyyah dan lain-lain. Kemudian, kami berkesimpulan bahwa lebih dari 20 poin persamaan ajaran antara Imam Muhammad Hasyim Asy’ari dan imam Ibnu Taymiyyah.
Bahkan, seorang kawan yang bukan warga NU, alumnus Universitas Islam Madinah, mengatakan kepada kami, lebih kurang 90 persen ajaran Nahdlatul Ulama itu sama dengan ajaran Wahabi.
Kesamaan ajaran Wahabi dan NU itu justru dalam hal-hal yang selama ini dikesankan sebagai sesuatu yang bertolak belakang antara Wahabi dan NU. Orang yang tidak mengetahui ajaran Wahabi dari sumber-sumber asli Wahabi, maka ia tentu akan terkejut.
Namun, bagi orang yang mengetahui Wahabi dari sumber-sumber asli Wahabi, mereka justru akan mengatakan, "Itulah persamaan antara Wahabi dan NU, mengapa kedua kelompok ini selalu dibenturkan?"
Di antara titik-titik temu antara ajaran Wahabi dan NU yang jumlahnya puluhan, bahkan ratusan itu adalah sebagai berikut. Pertama, sumber syariat Islam, baik menurut Wahabi maupun NU, adalah Alquran, hadis, ijma, dan qiyas. Hadis yang dipakai oleh keduanya adalah hadis yang sahih kendati hadis itu hadis ahad, bukan mutawatir.
Karenanya, baik Wahabi maupun NU, memercayai adanya siksa kubur, syafaat Nabi dan orang saleh pada hari kiamat nanti, dan lain sebagainya karena hal itu terdapat dalam hadis-hadis sahih.
Kedua, sebagai konsekuensi menjadikan ijma sebagai sumber syariat Islam, baik Wahabi maupun NU, shalat Jumat dengan dua kali azan dan shalat Tarawih 20 rakaat. Selama tinggal di Arab Saudi (1976-1985), kami tidak menemukan shalat Jumat di masjid-masjid Saudi kecuali azannya dua kali, dan kami tidak menemukan shalat Tarawih di Saudi di luar 20 rakaat.
Ketika kami coba memancing pendapat ulama Saudi tentang pendapat yang mengatakan bahwa Tarawih 20 rakaat itu sama dengan shalat Zhuhur lima rakaat, ia justru menyerang balik kami, katanya, "Bagaimana mungkin shalat Tarawih 20 rakaat itu tidak benar, sementara dalam hadis yang sahih para sahabat shalat Tarawih 20 rakaat dan tidak ada satu pun yang membantah hal itu." Inilah ijma para sahabat.
Ketiga, dalam beragama, baik Wahabi maupun NU, menganut satu mazhab dari mazhab fikih yang empat. Wahabi bermazhab Hanbali dan NU bermazhab salah satu dari mazhab empat: Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.
Baik Wahabi (Imam Ibnu Taymiyyah) maupun NU (Imam Muhammad Hasyim Asy’ari), sama-sama berpendapat bahwa bertawasul (berdoa dengan menyebut nama Nabi Muhammad SAW atau orang saleh) itu dibenarkan dan bukan syirik.
Kendati demikian, Imam Muhammad Hasyim Asy’ari dalam kitabnya, al-Nur al-Mubin fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin, mensyaratkan bahwa dalam berdoa dengan tawasul menyebut nama Nabi Muhammad SAW atau orang saleh, kita tetap harus yakin bahwa yang mengabulkan doa kita adalah Allah SWT, bukan orang yang namanya kita sebut dalam tawasul itu. Wahabi dan NU sama-sama memercayai adanya karamah para wali (karamat al-awliya) tanpa mengultuskan mereka.
Memang ada perbedaan antara Wahabi dan NU atau antara Imam Ibnu Taymiyyah dan Imam Muhammad Hasyim Asy’ari. Namun, perbedaan itu sifatnya tidak prinsip dan hal itu sudah terjadi sebelum lahirnya Wahabi dan NU.
Dalam praktiknya, baik Wahabi maupun NU, tidak pernah mempermasalahkan keduanya. Banyak anak NU yang belajar di Saudi yang notabenenya adalah Wahabi. Bahkan, banyak jamaah haji warga NU yang shalat di belakang imam yang Wahabi, dan ternyata hal itu tidak menjadi masalah.
Wahabi dan NU adalah dua keluarga besar dari umat Islam di dunia yang harus saling mendukung. Karenanya, membenturkan antara keduanya sama saja kita menjadi relawan gratis Zionis untuk melaksanakan agenda Zionisme, seperti tertulis dalam Protokol Zionisme di atas. Wallahu al-muwaffiq.
Sumber: republika.com
HAJI PENGABDI SYETAN
HAJI PENGABDI SYETAN
Oleh: KH. Ali Mustafa Yaqub*
IBADAH haji 1426 H, pekan lalu, usai sudah. Jamaah haji Indonesia mulai pulang ke Tanah Air. Bila mereka ditanya apakah Anda ingin kembali lagi ke Mekkah, hampir seluruhnya menjawab, ''Ingin.'' Hanya segelintir yang menjawab, "Saya ingin beribadah haji sekali saja, seperti Nabi SAW."
Jawaban itu menunjukkan antusiasme umat Islam Indonesia beribadah haji. Sekilas, itu juga menunjukkan nilai positif. Karena beribadah haji berkali-kali dianggap sebagai barometer ketakwaan dan ketebalan kantong. Tapi, dari kacamata agama, itu tidak selamanya positif.
Kendati ibadah haji telah ada sejak masa Nabi Ibrahim, bagi umat Islam, ia baru diwajibkan pada tahun 6 H. Walau begitu, Nabi SAW dan para sahabat belum dapat menjalankan ibadah haji karena saat itu Mekkah masih dikuasai kaum musyrik. Setelah Nabi SAW menguasai Mekkah (Fath Makkah) pada 12 Ramadan 8 H, sejak itu beliau berkesempatan beribadah haji.
Namun Nabi SAW tidak beribadah haji pada 8 H itu. Juga tidak pada 9 H. Pada 10 H, Nabi SAW baru menjalankan ibadah haji. Tiga bulan kemudian, Nabi SAW wafat. Karenanya, ibadah haji beliau disebut haji wida' (haji perpisahan).
Itu artinya, Nabi SAW berkesempatan beribadah haji tiga kali, namun beliau menjalaninya hanya sekali. Nabi SAW juga berkesempatan umrah ribuan kali, namun beliau hanya melakukan umrah sunah tiga kali dan umrah wajib bersama haji sekali. Mengapa?
Sekiranya haji dan atau umrah berkali-kali itu baik, tentu Nabi SAW lebih dahulu mengerjakannya, karena salah satu peran Nabi SAW adalah memberi uswah (teladan) bagi umatnya. Selama tiga kali Ramadan, Nabi SAW juga tidak pernah mondar-mandir menggiring jamaah umrah dari Madinah ke Mekkah.
Dalam Islam, ada dua kategori ibadah: ibadah qashirah (ibadah individual) yang manfaatnya hanya dirasakan pelakunya dan ibadah muta'addiyah (ibadah sosial) yang manfaatnya dirasakan pelakunya dan orang lain. Ibadah haji dan umrah termasuk ibadah qashirah. Karenanya, ketika pada saat bersamaan terdapat ibadah qashirah dan muta'addiyah, Nabi SAW tidak mengerjakan ibadah qashirah, melainkan memilih ibadah muta'addiyah.
Menyantuni anak yatim, yang termasuk ibadah muta'addiyah, misalnya, oleh Nabi SAW, penyantunnya dijanjikan surga, malah kelak hidup berdampingan dengan beliau. Sementara untuk haji mabrur, Nabi SAW hanya menjanjikan surga, tanpa janji berdampingan bersama beliau. Ini bukti, ibadah sosial lebih utama ketimbang ibadah individual.
Di Madinah, banyak ''mahasiswa'' belajar pada Nabi SAW. Mereka tinggal di shuffah Masjid Nabawi. Jumlahnya ratusan. Mereka yang disebut ahl al-shuffah itu adalah mahasiswa Nabi SAW yang tidak memiliki apa-apa kecuali dirinya sendiri, seperti Abu Hurairah. Bersama para sahabat, Nabi SAW menanggung makan mereka. Ibadah muta'addiyah seperti ini yang diteladankan beliau, bukan pergi haji berkali-kali atau menggiring jamaah umrah tiap bulan. Karenanya, para ulama dari kalangan Tabiin seperti Muhammad bin Sirin, Ibrahim al-Nakha'i, dan Malik bin Anas berpendapat, beribadah umrah setahun dua kali hukumnya makruh (tidak disukai), karena Nabi SAW dan ulama salaf tidak pernah melakukannya.
Dalam hadis qudsi riwayat Imam Muslim ditegaskan, Allah dapat ditemui di sisi orang sakit, orang kelaparan, orang kehausan, dan orang menderita. Nabi SAW tidak menyatakan bahwa Allah dapat ditemui di sisi Ka'bah. Jadi, Allah berada di sisi orang lemah dan menderita. Allah dapat ditemui melalui ibadah sosial, bukan hanya ibadah individual. Kaidah fikih menyebutkan, al-muta'addiyah afdhol min al-qashirah (ibadah sosial lebih utama daripada ibadah individual).
Jumlah jamaah haji Indonesia yang tiap tahun di atas 200.000 sekilas menggembirakan. Namun, bila ditelaah lebih jauh, kenyataan itu justru memprihatinkan, karena sebagian dari jumlah itu sudah beribadah haji berkali-kali. Boleh jadi, kepergian mereka yang berkali-kali itu bukan lagi sunah, melainkan makruh, bahkan haram.
Ketika banyak anak yatim telantar, puluhan ribu orang menjadi tunawisma akibat bencana alam, banyak balita busung lapar, banyak rumah Allah roboh, banyak orang terkena pemutusan hubungan kerja, banyak orang makan nasi aking, dan banyak rumah yatim dan bangunan pesantren terbengkalai, lalu kita pergi haji kedua atau ketiga kalinya, maka kita patut bertanya pada diri sendiri, apakah haji kita itu karena melaksanakan perintah Allah?
Ayat mana yang menyuruh kita melaksanakan haji berkali-kali, sementara kewajiban agama masih segudang di depan kita? Apakah haji kita itu mengikuti Nabi SAW? Kapan Nabi SAW memberi teladan atau perintah seperti itu? Atau sejatinya kita mengikuti bisikan setan melalui hawa nafsu, agar di mata orang awam kita disebut orang luhur? Apabila motivasi ini yang mendorong kita, maka berarti kita beribadah haji bukan karena Allah, melainkan karena setan.
Sayangnya, masih banyak orang yang beranggapan, setan hanya menyuruh kita berbuat kejahatan atau setan tidak pernah menyuruh beribadah. Mereka tidak tahu bahwa sahabat Abu Hurairah pernah disuruh setan untuk membaca ayat kursi setiap malam. Ibadah yang dimotivasi rayuan setan bukan lagi ibadah, melainkan maksiat.
Jam terbang iblis dalam menggoda manusia sudah sangat lama. Ia tahu betul apa kesukaan manusia. Iblis tidak akan menyuruh orang yang suka beribadah untuk minum khamr. Tapi Iblis menyuruhnya, antara lain, beribadah haji berkali-kali. Ketika manusia beribadah haji karena mengikuti rayuan iblis melalui bisikan hawa nafsunya, maka saat itu tipologi haji pengabdi setan telah melekat padanya. Wa Allah a'lam.[ ]
*beliau meninggal tgl 28 Apr 2016, jam. 06.15, beliau mantan Imam Besar Masjid Istiqlal, ketua komisi fatwa MUI Dan Anggota Dewan syariah Nasional. Semoga almarhum khusnul khotimah. Aamiin.
Tuesday, April 12, 2016
WARISAN IBU
WARISAN IBU
Teori terdahulu menyebutkan karakteristik dan sifat2 bawaan seorang anak diwariskan dari ibu dan bapaknya dalam proporsi 50 : 50. Artinya, ayah dan ibu memberikan sumbangan yang sebanding dan setara dalam diri seorang anak.
Akan tetapi, penelitian biologi molekuler terbaru menemukan bahwa seorang ibu mewariskan 75% unsur genetikanya kepada anak, sedangkan bapak hanya 25%. Oleh karena itu, sifat baik, kecerdasan, dan kesolehan seorang anak sangat ditentukan oleh sifat baik, kecerdasan dan kesolehan ibunya.
Apa yang disabdakan Rasulullah Muhammad SAW, ternyata memiliki kesesuaian dengan fakta ini.
Ketika seorang sahabat bertanya kepada Baginda Nabi, mana yang harus diprioritaskan seorang anak, apakah ibunya atau ayahnya, beliau pun menjawab, “Ibumu, ibumu, ibumu...lalu Ayah mu”. Proporsinya tiga berbanding satu ( 3 : 1 )
Mari kita lihat lebih jauh. Di dalam sel-sel manusia terdapat sebuah organel yang memiliki fungsi sangat strategis, namanya mitokondria.
Organel berbentuk bulat lonjong ini berongga, selaputnya terdiri atas dua lapis membran. Membran dalam bertonjolan ke dalam rongga (matriks) dan mengandung banyak enzim pernapasan.
Tugas utama mitokondria adalah memproduksi bahan kimia tubuh bernama ATP (adenosin triphosphat). Energi yang dihasilkan dari reaksi ATP inilah yang kemudian menjadi sumber energi bagi manusia.
Mitokondria bersifat semiotonom krn 40% kebutuhan protein dan enzim dihasilkan sendiri oleh gennya.
Mitokondria adalah salah satu bagian sel yang memiliki DNA sendiri, selebihnya dihasilkan gen di inti sel.
Sekali lagi, dan ini sangat menarik, mitokondria hanya diwariskan oleh ibu, tidak oleh bapak. Mengapa? Krn mitokondria berasal dr sel telur bukan dari sel sperma. Itulah sebabnya, investasi seorang ibu dalam diri anak mencapai 75%.
Kita dapat berkata, inilah “organel cinta” seorang ibu yang menghubungkan kita dengan Allah dan kesemestaan.
Tanpa kehadiran mitokondria, hidup menjadi hampa, tidak ada energi yang mampu menggelorakan semangat.
Tanpa mitokondria, kita tdk dpt melihat, mendengar, hingga akhirnya tdk bs membaca, mencerna dan merasa.
Oleh karena itu, kita jangan heran jika kontak batin antara ibu dan anaknya sangat kuat dan intens. Jarak sejauh apapun tidak bisa menghalangi sensitivitas hati seorang ibu.
Hal ini memperlihatkan adanya energi cinta yang menembus dimensi. Teori superstring yang kita ambil dr ilmu fisika bs sedikit memperjelas hal ini. Para ilmuwan di MIT, yang tergabung dalam kelompok 18, menemukan sebuah supersimetri, yaitu sebuah persamaan matematika yang menciptakan ruang di alam semesta tt terdiri atas 57 bentuk dalam 248 dimensi. Konsep supersimetri menyebutkan, andai dunia ini dibagi2 menjadi bentuk apapun, sebenarnya hanya ada satu titik yang melingkupinya.
Artinya, ilmu pengetahuan menemukan bahwa jarak itu tdk bs membatasi jiwa dan ruh yang bersemayam dalam satu titik yang sama.
Jika kita menggunakan konsep ini, dimana pun berada, hati seorang ibu selalu berada di titik yang sama.
Itulah sebabnya, apa yang dirasakan anak dan apa yang dirasakan ibu, bioelektriknya berada pada titik yang sama.
Mitokondrianya berada dalam posisi yang sama sehingga titik pertemuannya pun sama. Dengan kata lain, perasaan seorang ibu kepada anaknya bagaikan perasaan dia terhadap dirinya sendiri.
Allahu akbar!
(The Secret of Mother, Tauhid Nur Azhar & Eman Sulaeman)
MENGHAPAL QUR'AN ITU MUDAH & NIKMAT.
MENGHAPAL QUR'AN ITU MUDAH & NIKMAT.
📝 8 HAL AGAR MENGHAFAL AL-QUR’AN TERASA NIKMAT 🍎
Berikut ini adalah 8 hal yang insya Allah membuat kita merasa nikmat menghafal Al-Qur’an.
Tips ini kami dapatkan dari ust. Deden Makhyaruddin yang menghafal 30 juz dalam 19 hari (setoran) dan 56 hari untuk melancarkan.
Tapi uniknya, beliau mengajak kita untuk berlama-lama dalam menghafal.
Pernah beliau menerima telepon dari seseorang yang ingin memondokkan anaknya di pesantren beliau.
“ustadz.. menghafal di tempat antum tu berapa lama untuk bisa hatam??”
“SEUMUR HIDUP” jawab ust. Deden dengan santai.
Meski bingung, Ibu itu tanya lagi “targetnya ustadz???”
“targetnya HUSNUL KHOTIMAH, MATI DALAM KEADAAN PUNYA HAFALAN” jawab ust. Deden.
“Mm.. kalo pencapaiannya ustadz???” Ibu itu terus bertanya.
“pencapaiannya adalah DEKAT DENGAN ALLAH” kata ust. Deden.
Menggelitik, tapi sarat makna. Prinsip beliau “CEPAT HAFAL itu datangnya dari ALLAH, INGIN CEPAT HAFAL (bisa jadi) datangnya dari hawa nafsu dan syaithan”…
(Sebelum membaca lebih jauh, saya harap anda punya komitmen terlebih dahulu untuk meluangkan waktu 1 jam per hari khusus untuk qur’an. Kapanpun itu, yang penting durasi 1 jam)
Mau tahu lebih lanjut, yuk kita pelajari 8 prinsip dari beliau beserta sedikit penjelasan dari saya.
1. MENGHAFAL TIDAK HARUS HAFAL
Allah memberi kemampuan menghafal dan mengingat yang berbeda2 pada tiap orang.
Bahkan imam besar dalam ilmu qiroat, guru dari Hafs yg mana bacaan kita merujuk pada riwayatnya yaitu Imam Asim menghafal Al-Quran dalam kurun waktu 20 tahun.
Target menghafal kita bukanlah ‘ujung ayat’ tapi bagaimana kita menghabiskan waktu (durasi) yang sudah kita agendakan HANYA untuk menghafal.
2. BUKAN UNTUK DIBURU-BURU, BUKAN UNTUK DITUNDA-TUNDA
Kalau kita sudah menetapkan durasi, bahwa dari jam 6 sampe jam 7 adalah WAKTU KHUSUS untuk menghafal misalnya,
Maka berapapun ayat yang dapat kita hafal tidak jadi masalah.
Jangan buru-buru pindah ke ayat ke-2 jika ayat pertama belum benar2 kita hafal.
Nikmati saja saat2 ini.. saat2 dimana kita bercengkrama dengan Allah.
1 jam lho.. untuk urusan duniawi 8 jam betah, hehe.
Toh 1 huruf 10 pahala bukan??
So jangan buru2…
Tapi ingat!
Juga bukan untuk ditunda2.. habiskan saja durasi menghafal secara ‘PAS’
3. MENGHAFAL BUKAN UNTUK KHATAM, TAPI UNTUK SETIA BERSAMA QUR’AN.
Kondisi HATI yang tepat dalam menghafal adalah BERSYUKUR bukan BERSABAR.
Tapi kita sering mendengar kalimat “menghafal emang kudu sabar”, ya kan??
Sebenarnya gak salah, hanya kurang pas saja.
Kesannya ayat2 itu adalah sekarung batu di punggung kita, yang cepat2 kita pindahkan agar segera terbebas dari beban (hatam).
Bukankah di awal surat Thoha Allah berfirman bahwa Al-Qur’an diturunkan BUKAN SEBAGAI BEBAN.
Untuk apa hatam jika tidak pernah diulang??
Setialah bersama Al-Qur’an.
4. SENANG DIRINDUKAN AYAT
Ayat2 yg sudah kita baca berulang-ulang namun belum juga nyantol di memory, tu ayat sebenarnya lagi kangen sama kita.
Maka katakanlah pada ayat tersebut “I miss you too…” hehe.
Coba dibaca arti dan tafsirnya… bisa jadi tu ayat adalah ‘jawaban’ dari ‘pertanyaan’ kita.
Jangan buru2 suntuk dan sumpek ketika gak hafal2, senanglah jadi orang yang dirindukan ayat..
5. MENGHAFAL SESUAP-SESUAP
Nikmatnya suatu makanan itu terasa ketika kita sedang memakannya, bukan sebelum makan bukan pula setelahnya.
Nikmatnya menghafal adalah ketika membaca berulang2.
Dan besarnya suapan juga harus pas di volume mulut kita agar makan terasa nikmat.
Makan pake sendok teh gak nikmat karena terlalu sedikit, makan pake sendok nasi (entong) bikin muntah karena terlalu banyak.
Menghafalpun demikian.
Jika “amma yatasa alun” terlalu panjang, maka cukuplah “amma” diulang2, jika terlalu pendek maka lanjutkanlah sampai “anin nabail adzim” kemudian diulang2.
Sesuaikan dengan kemampuan ‘mengunyah’ masing-masing anda.
6. FOKUS PADA PERBEDAAN, ABAIKAN PERSAMAAN“
Fabi ayyi alaa’i rabbikuma tukadz dziban” jika kita hafal 1 ayat ini, 1 saja! maka sebenarnya kita sudah hafal 31 ayat dari 78 ayat yang ada di surat Ar-Rahman.
Sudah hampir separuh surat kita hafal.
Maka ayat ini
dihafal satu kali saja, fokuslah pada ayat sesudahnya dan sebelumnya yang merangkai ayat tersebut.
7. MENGUTAMAKAN DURASI
Seperti yang dijelaskan di atas, komitmenlah pada DURASI bukan pada jumlah ayat yang akan dihafal.
Ibarat argo taxi, keadaan macet ataupun di tol dia berjalan dengan tempo yang tetap.
Serahkan 1 jam kita pada Allah.. syukur2 bisa lebih dari 1 jam.
1 jam itu gak sampe 5 persen dari total waktu kita dalam sehari…!!!
5 persen untuk qur’an
8. PASTIKAN AYATNYA BERTAJWID
Cari guru yang bisa mengoreksi bacaan kita.
Bacaan tidak bertajwid yang ‘terlanjur’ kita hafal akan sulit dirubah/diperbaiki di kemudian hari (setelah kita tahu hukum bacaan yang sebenarnya).
Jangan dibiasakan otodidak untuk Al-Qur’an… dalam hal apapun yg berkaitan dengan Al-Qur’an; membaca, mempelajari, mentadabburi, apalagi mengambil hukum dari Al-Quran.
NB: setiap point dari 1 – 8 saling terkait…
Semoga bermanfaat, niat kami hanya ingin berbagi..
Mungkin ini bisa jadi solusi bagi teman-teman yang merasa tertekan, bosan, bahkan capek dalam menghafal.
Kami yakin ada yang tidak setuju dengan uraian di atas, pro-kontra hal yang wajar karena setiap kepala punya pikiran dan setiap hati punya perasaan.
Oh ya, bagi penghafal pemula jangan lama2 berkutat dalam mencari2 metode menghafal yang cocok dan pas, dewasa ini banyak buku ataupun modul tentang menghafal Al-Qur’an dengan beragam judulnya yang marketable.
Percayalah..
1 metode itu untuk 1 orang, si A cocok dengan metode X, belum tentu demikian dengan si B, karena si B cocok dengan metode Y.
Dan yakini sepenuhnya dalam hati bahwa menghafal itu PENELADANAN PADA SUNNAH NABI BUKAN PENERAPAN PADA SUATU METODE...
***************"*""
10 ALASAN MENGHAFAL TAK HAFAL-HAFAL TETAP MENYENANGKAN
Inspirasi
Oleh K.H. Deden M. Makhyaruddin, M.A. (Dewan Penasihat Indonesia Quran Foundation)
1. Satu huruf Al-Qur’an satu kebaikan, dan satu kebaikan 10 pahala. Bagi yang kesulitan melafalkan, satu hurufnya dua kebaikan. Berarti setiap hurufnya 20 pahala. Semakin sulit semakin banyak. Kalikan dengan jumlah pengulangan Anda.
2. Al-Qur’an, seluruhnya, adalah kebaikan. Menghafal tak hafal-hafal berarti Anda berlama-lama dalam kebaikan. Semakin lama semakin baik. Bukankah Anda menghafal untuk mencari kebaikan.
3. Ketika Anda menghafal Al-Qur’an, berarti Anda sudah punya niat yang kuat. Rasulullah saw menyebut 70 syuhada dalam tragedi sumur Ma’unah sebagai qari (hafizh), padahal hafalan mereka belum semua. Ini karena seandainya mereka masih hidup, mereka akan terus menghafal. Jadi, meski Anda menghafal tak hafal-hafal, Anda adalah hafizh selama tak berhenti menghafal. Bukankah hafizh yang sebenarnya di akhirat?
4. Menghafal Al-Qur’an ibarat masuk ke sebuah taman yang indah. Mestinya Anda betah, bukan ingin buru-buru keluar. Menghafal tak hafal-hafal adalah cara Allah memuaskan Anda menikmati taman itu. Tersenyumlah.
5. Ketika Anda menghafal Al-Quran, meski tak hafal-hafal, maka dapat dipastikan, paling tidak, selama menghafal, mata Anda, telinga Anda, dan lisan Anda tidak sedang melakukan maksiat. Semakin lama durasinya, semakin bersih.
6. Memegang mushaf adalah kemuliaan, dan melihatnya adalah kesejukan. Anda sudah mendapatkan hal itu saat menghafal kendati tak hafal-hafal.
7. Adakalanya kita banyak dosa. Baik yang terasa maupun tak terasa. Dan menghafal tak hafal-hafal adalah kifaratnya, di mana, barangkali, tidak ada kifarat lain kecuali itu.
8. Tak hafal-hafal adakalanya karena Allah sangat cinta kepada kita. Allah tak memberikan ayat-ayat-Nya sampai kita benar-benar layak dicintai-Nya. Jika kita tidak senang dengan keadaan seperti ini, maka kepada siapa sebenarnya selama ini kita mencintai. Ini yang disebut: Dikengenin ayat.
9. Menghafal tak hafal-hafal tentu melelahkan. Inilah lelah yang memuaskan, karena setiap lelahnya dicatat sebagai amal sholeh. Semakin lelah semakin sholeh.
10. Menghafal tak hafal-hafal, tandanya Anda di pintu hidayah. Berat tandanya jauh dari nafsu. Jauh dari nafsu tandanya dekat dengan ikhlas. Dan ikhlas lahirkan mujahadah yang hebat.
#TahfizhSmart #QuranTime #IQF