Monday, September 21, 2020

Mengenal diri sendiri By : _Imam al-Ghazali_

*Mengenal diri sendiri*
By : _Imam al-Ghazali_

Dalam kitabnya _Kimiya'us Sa'adah_ beliau menuturkan akan pentingnya mengenali diri sendiri sebab mengenal diri sendiri adalah kunci untuk mengenal Allah Sang Pencipta. Logikanya sederhana : diri sendiri adalah hal yang paling dekat dengan kita, bila kita tidak mengenal diri sendiri, lantas bagaimana mungkin kita bisa mengenal Allah?
Rasulullah SAW bersabda,
*مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ*
_Siapa yang mengenal dirinya, niscaya ia mengenal Tuhannya_
Dalam surat Fussilat : 53 ditegaskan

 *سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ*

_Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?_ *Fussilat : 53*

Mengenal diri sendiri disini tentunya lebih dari sekedar mengenal diri secara lahiriyah : seberapa besar fisik kita, bagaimana anatomi tubuh kita, seperti apa wajah kita, atau sejenisnya. Bukan pula atribut-atribut yang sedang kita sandang, seperti jabatan, status sosial, tingkat ekonomi, prestasi, dan lain sebagainya. Lebih dalam dari itu semua, yaitu _mengenal diri_ adalah berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar:
~Siapa aku dan dari mana aku datang?
~Kemana aku pergi?
~Apa tujuan dan persinggahanku di dunia ini?
~dan dimanakah kebahagiaan sejati dapat ditemukan?

Disini kita diantarkan untuk memilih, mana yang bersifat hakiki dalam diri kita dan mana yang tidak.
Untuk mengenali diri sendiri dijelaskan bahwa dalam diri manusia ada tiga jenis sifat, yaitu
1. Sifat-sifat binatang,
2. Sifat-sifat setan,
3. Sifat-sifat malaikat.

Apa itu sifat-sifat binatang? Seperti banyak kita jumpai, binatang adalah makhluk hidup dengan rutinitas kebutuhan biologis yang sama persis dengan manusia. Mereka tidur, makan minum, kawin, berkelahi dan sejenisnya. Manusiapun menyimpan kecenderungan-kecenderungan ini, dan bahkan memiliki ketergantungan yang nyaris tak bisa dipisahkan. Watak-watak tersebut bersifat alamiah dan dalam konteks tertentu dibutuhkan untuk mempertahankan hidup.
Yang kedua Sifat-sifat setan. Setan adalah representasi keburukan. Ia digambarkan selalu mengobarkan kejahatan, tipu daya dan dusta. Demikian pula orang-orang yang memiliki sifat setan. Sementara yang ketiga, Sifat-sifat malaikat berarti Sifat-sifat yang senantiasa merenungi keindahan Allah, memuji-Nya dan menaati-Nya secara total. 

Ringkasnya, kebahagian hewani adalah ketika ia kenyang, mampu memuaskan hasrat dirinya, atau sanggup mengalahkan lawan untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri atau paling banter untuk keluarganya.
Sedangkan kebahagiaan setan adalah tatkala berhasil mengelabui yang lain atau memproduksi keburukan. Sementara kebahagian malaikat ialah saat diri kian mendekat kepada Allah Azza wa Jalla dan semua aktifitas merupakan cerminan dari kedekatan itu.

Dalam diri manusia layaknya sebuah kerajaan yang terbagi dalam empat struktur pokok; *jiwa sebagai raja,  akal sebagai perdana menteri, syahwat sebagai pengumpul pajak, dan amarah sebagai polisi*

Syahwat memiliki karakter untuk menarik manfaat, kenikmatan dan keuntungan sebanyak-banyaknya. Ia berfungsi untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan individu. Sementara amarah berfungsi melindungi dari berbagai ancaman atau mudharat, karena ia identik dengan karakter berani, cenderung kasar dan keras. Keduanya penting untuk kehidupan manusia. Dengan syahwat manusia tahu akan kebutuhan makan. Dengan amarah ia mengerti akan perlunya membela diri ketika serangan mengancam.
Namun, syahwat dan amarah harus didudukkan dibawah kendali akal dan tentu saja dibawah raja.

Apabila syahwat dan amarah menguasai akal /nalar, maka kerajaan akan terancam runtuh. Sebab susunan "kekuasaan" tak terjalan menurut kontrol seharusnya.
Syahwat yang diluar kendali akal dan jiwa akan memunculkan Sifat-sifat buruk seperti rakus atau tanak.
Sementara amarah yang tak terkendali akan menimbulkan kebencian dan kecurigaan berlebihan sehingga muncul sikap-sikap membabi buta dan semena-mena.

Akal pun harus berada dibawah kendali jiwa /hati ( *qalb*). Akal memang memiliki potensi yang istimewa, berpikir, berimajinasi, menghafal dan lainnya. Bila ia bertindak liar, maka potensi akal menjadikan manusia sebagai tukang tipu daya atau semacamnya sangat mungkin. Kalau kita pernah mendengar kakimat "orang pintar yang gemar minterin (memperdaya) orang lain" maka itu tak lain akibat akal bertolak belakang dengan nurani alias tak berada dalam naungan jiwa yang bersih.

Untuk mencapai jiwa yang berkuasa utuh, Imam al-Ghazali menekankan adanya perjuangan keras dalam olah rohani ( *mujahadah*) demi proses pembersihan jiwa ( *tazkiyatun nafs*). Jiwa yang jernih akan memicu munculnya cahaya ilahi yang memberi petunjuk manusia akan jalan terbaik bagi langkah-langkahnya.

*وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوا فِيْمَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا*
_Dan orangnya yang bersungguh-sungguh (mujahadah) untuk mencari keridhoan Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami_. *Al-Ankabut : 69*

Dari paparan tersebut dalam rangka _mengenali diri sendiri_ akan kita pahami diri sendiri, seberapa besar potensi prosentase nafsu _hewani, syaithoni, dan malaikati_ dalam perilaku kehidupan kita. 

Semoga kita termasuk orang-orang yang lebih banyak belajar mengenali diri sendiri ketimbang menilai orang lain, untuk menggapai kebahagiaan hakiki. Aamiin Ya Rabbal Alamiin.