*SERI : KULTUM*
*GHIBTHOH BAGIAN DARI IMAN*
Mungkin sebagian rekan2 ada yang baru mendengar istilah Ghibthoh.
Ghibthoh itu apa seh.?
Ghibthoh adalah Sifat Iri tapi Sifat Iri yang positif.
Lho ,.. memangnya ada sifat iri yang positif.?
Bukannya sifat iri itu selalu berkonotasi Negatif dan dilarang oleh agama.?
Mudah2an dengan uraian dibawah ini kita menjadi tahu apa itu Ghibthoh.
*Al-Ghibthoh* berasal dari kata *Ghobitho* yang memiliki arti *cemburu atau iri*. Menurut istilah ia berarti _merasa iri /cemburu terhadap kenikmatan yang dimiliki orang lain dan sangat berharap juga dapat meraihnya namun tanpa didasari sifat kebencian dan tidak menaruh harap terhadap hilangnya kenikmatan yang dimiliki oleh orang tersebut_.
Sedangkan Sifat Hasad (Iri/dengki) adalah _merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain , baik ketidaksukaan itu diiringi dengan harapan agar nikmat tersebut hilang ataupun hanya sekedar merasa tidak suka_.
Dari kedua definisi tersebut kita bisa melihat ada persamaan dan perbedaan antara Ghibthoh dan Hasad.
Persamaannya adalah sama-sama cemburu dalam melihat kelebihan yang dimiliki oleh orang lain.
Sedangkan perbedaannya adalah Dalam Ghibthoh kecemburuan tersebut diiringi dengan keinginan agar ia juga bisa mendapatkan kelebihan yang dimiliki oleh orang lain namun ia berusaha melakukan dengan cara yang baik.
Sedangkan dalam Hasad , kecemburuan tersebut diiringin dengan sifat dengki dan ketidak sukaan kepada orang yang diberi kelebihan nikmat serta ingin agar nikmat tersebut hilang dari orang tersebut.
Seorang ulama generasi Tabi'ut Tabi'in *Al Fudhail bin ‘Iyadh* berkata :
الغبطة من الايمان والحسد من النفاق والمؤمن يغبط ولا يحسد والمنافق يحسد ولا يغبط والمؤمن يستر ويعظ وينصح والفاجر يهتك ويعير ويفشي
_*Ghibthoh adalah bagian dari Iman*. Sedangkan *Hasad adalah bagian dari Kemunafikan*. Seorang mukmin harus memiliki sifat Ghibthoh (ingin melebihi orang lain dalam kebaikan,), dan sifat itu (Ghibthoh) bukanlah merupakan hasad (iri atau dengki). Adapun *orang munafik punya sifat hasad dan tidak punya sifat Ghibthoh*. Seorang mukmin menasehati orang lain secara diam-diam. Sedangkan orang fajir (pelaku dosa) biasanya ingin menjatuhkan dan menjelek-jelekkan orang lain_. (Hilyatul Auliya’, 8: 95).
Secara umum sifat iri dilarang namun dalam islam , namun ada dua hal yang seorang muslim diperbolehkan untuk memiliki sifat iri sebagaimana dalam hadits Nabi ﷺ :
.
عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا
Abdullah bin Mas'ud berkata ; Nabi ﷺ bersabda: _Tidak boleh Hasad (mendengki) kecuali terhadap dua hal; (terhadap) seorang yang Allah berikan harta lalu dia pergunakan harta tersebut di jalan kebenaran dan seseorang yang Allah berikan Ilmu lalu dia mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain_. [Shahih Bukhari No. 71].
Berdasarkan hadis tersebut, Nabi ﷺ memperbolehkan iri kepada dua orang.
*Pertama* adalah _orang yang diberikan kelebihan rezeki oleh Allah Subhanallohu Wata’ala , lalu dengan rezekinya tersebut ia gunakan untuk kebaikan dan kemuliaan agama dan tidak menghambur-hamburkan dengan cara berfoya-foya secara mubazir_.
*Kedua* adalah _orang yang diberikan ilmu oleh Allah Subhanallohu Wata’ala , lalu dengan ilmunya tersebut ia mengamalkannya serta mengajarkannya kepada orang lain. Ilmu yang diberikan oleh Allah kepadanya tidak digunakan untuk membodoh-bodohi orang lain, atau disimpan sendiri tanpa mau membaginya. Dan ia pun senantiasa menerapkan ilmu yang ia miliki ke dalam kehidupan sehari-hari, artinya ilmunya sangat bermanfaat untuk dirinya maupun orang lain. Maka, kita juga diperbolehkan iri kepada orang yang memiliki sifat seperti ini_.
Ibnu Baththol rahimahullah dalam kitab Syarh Al Bukhori mengatakan : Hasad yang dimaksud di sini adalah hasad yang dibolehkan oleh Rasulullah ﷺ dan bukan hasad yang tercela. Ibnu Baththol mengatakan pula, “Inilah yang dimaksud dengan judul bab yang dibawakan oleh Imam Bukhari yaitu *Bab Ghibthoh dalam Ilmu dan Hikmah*. Karena siapa saja yang berada dalam kondisi seperti ini (memiliki harta lalu dimanfaatkan dalam jalan kebaikan dan ilmu yang dimanfaatkan pula, pen), maka seharusnya seseorang Ghibthoh (berniat untuk mendapatkan nikmat seperti itu) dan berlomba-lomba dalam kebaikan tersebut. [Syarh Al Bukhori, Ibnu Baththol, Asy Syamilah, 1/153].
Orang yang hasad selalu memikirkan nikmat yang ada pada orang lain sehingga tidak pernah berdoa meminta karunia Allah padahal Allah ta’ala berfirman :
وَلا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
_Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu_. (An Nisa’: 32)
Ketika kita melihat ada orang yang diberi karunia Rezeki oleh Allah dan sangat dermawan dengan rezeki yang dimilikinya , mungkin kita tidak diberi kelapangan rezeki, tapi *kita bisa meniru sifat dermawan yang dimilikinya karena menjadi dermawan tidak harus menunggu diri kita memiliki kelapangan rezeki*. Dengan itu Insya Allah kita termasuk orang yang Ghibthoh yang selalu berusaha untuk memiliki kebaikan yang dimiliki orang lain dengan cara yang baik pula.
Karena menginfaqkan rezeki yang kita miliki tidak harus menunggu diri kita memiliki kelapangan rezeki.
وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
_Bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa , (yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu *LAPANG* maupun SEMPIT* , dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang lain. *_Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan*_. [Ali Imran : 133-134]
Ketika kita melihat ada seorang Ulama atau Ustadz yang diberi karunia Ilmu yang sangat luas dan orang tersebut selalu menyampaikan kebaikan dan mengajarkan ilmunya , Mungkin kita tidak bisa memiliki Ilmu seperti orang tersebut *_namun kita bisa mengambil sedikit dari Ilmu yang disampaikan oleh orang tersebut untuk kemudian kita sampaikan kepada orang lain_*. Dengan itu Insya Allah kita termasuk orang yang Ghibthoh yang selalu berusaha untuk memiliki kebaikan yang dimiliki orang lain dengan cara yang baik pula.
Semoga Allah menjauhkan diri kita dari sifat Hasad dan selalu mendekatkan diri kita kepada sifat Ghibthoh sehingga kehidupan diri ini selalu diisi dengan kebaikan dan selalu berada dalam lindungan Allah. Aamiin
*Salam*